





Tiket
-
Jam Buka
09.00 - 16.00 WIB
Lokasi
Karanganyar, Jawa Tengah
Ritual Mahesa Lawung dilakukan setiap hari Senin atau Kamis di Rabiul Akhir atau bulan keempat dalam kalender Jawa. Hal itu bertujuan membuang sial atau sifat buruk manusia melalui penguburan kepala kerbau.
Ritual Mahesa Lawung dilakukan setiap hari Senin atau Kamis di Rabiul Akhir atau bulan keempat dalam kalender Jawa. Hal itu bertujuan membuang sial atau sifat buruk manusia melalui penguburan kepala kerbau. Ritual itu akan dilakukan oleh pihak Keraton Kasunanan Surakarta di punden
Hutan Krendowahono ini merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Menurut Ki Darsono, yang merupakan kuncen Situs Krensdowahono, nama Krendowahono berasal dari kata keranda atau peti mati, serta wahana atau kendaraan, karena pada masa kerajaan dulu tempat ini merupakan pembuangan narapidana mati yang dibawa kereta. Namun Krendowahono bisa juga berarti krendo atau tempat, serta wahana atau sarana yang berarti tempat sebagai sarana untuk meminta pada Yang Mahaesa.
Dikatakan bahwa jalan ke arah situs sudah cukup baik dan rapi karena menggunakan paving blok. Di kanan jalan ada papringan atau gerumbul bambu padat dan hal itu membuat daun bambu kering banyak berserak di jalan. Akibat terbilang desa, maka kebanyakan profesi warga yang tinggal di Desa Krendowahono pun menjadi petani hutan dan peternak. Sebagian lahan mereka juga ditanami dengan jati yang mana sesuai dengan kontur wilayah yang berbukit dengan tanah berkapur.
Menjajak Hutan Krendowahono, hutan ini adalah hutan yang bahkan sampai sekarang masih terkenal dengan kesan keangkerannya karena dipercaya sebagai tempat bersemayamnya Bathari Kalayuwati. Namun berhubungan dengan hal tersebut, terdapat ritual yang telah menjadi tradisi turun-temurun sejak era dinasti Mataram dengan cara mengubur kepala kerbau di Hutan Krendowahono, yaitu Upacara Adat Mahesa Lawung. Ritual itu bertujuan untuk memohon keselamatan dan agar terhindar dari segala macam mara bahaya serta dilaksanakan sebagai bentuk persembahan kepada Bathari Kalayuwati yang diyakini sebagai pelindung gaib Keraton Kasunanan Surakarta di bagian utara. Maka dari itu, Hutan Krendowahono pun disebut juga sebagai penjaga bagian utara Keraton Mataram Islam dalam sistem mancapat dalam kebudayaan Jawa. Dalam pewayangan, Bathari Kalayuwati adalah putri kedua Bathara Kala dengan Dewi Pramoni, ratu penguasa makhluk siluman di Setragandamayit. Empat saudaranya yang lain adalah Bathara Siwahjaya, Kalayuwana, Kalagotama, Kartinea. Sedangkan Bathara Kala yang merupakan anak bungsu Bathara Guru (Siwa) dengan Dewi Uma (Durga) bertempat tinggal di Kahyangan Selamangumpeng. Jadi, Dewi Kalayuwati adalah cucu dari Bathari Durga.
Ritual itu akan dilakukan oleh pihak Keraton Kasunanan Surakarta di punden situs Krendowahono dengan membawa sejumlah sesajen seperti kemenyan, nasi putih, ayam, pisang, kelapa muda, kepala kerbau, dan bunga tujuh rupa. Namun sebelumnya, upacara dimulai di Bangsal Sewayana Siti Hinggil Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, yang dipimpin oleh Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan membuka acara sebelum sesaji kepala kerbau termasuk ubarampenya dibawa ke Hutan Krendhowahono. Proses persiapan sesaji dalam tradisi ritual sesaji Mahesa Lawung dibagi menjadi dua, yaitu proses memperoleh bahan-bahan yang digunakan sebagai sesaji dan prosesi mengolah serta mempersiapkan sesaji. Nantinya, ketika selesai merapal doa-doa, kepala kerbau yang sudah dibawa akan dibungkus dengan kain putih kemudian ditanam di bawah pohon besar di dekat punden. Kerbau yang digunakan untuk sesaji pun tidak boleh sembarang. Kerbau yang digunakan harus memenuhi ketentuan seperti kerbau umbaran, masih muda, perjaka, serta tenaganya belum digunakan untuk keperluan manusia.
Nah, di dalam Situs Krendowahono ini terdapat punden yang telah disebutkan di atas yang mana berada di bawah pohon Grasak yang sudah berumur ratusan tahun yang dikatakan sebagai salah satu tempat penting di situs karena menurut sebuah tulisan dipercayai sebagai tempat Bathari Kalayuwati, sedangkan menurut tulisan lain, tempat tersebut adalah tempat Bathari Durga. Lalu tepat di sebelah kirinya ada bangsal untuk beristirahat para peziarah. Selain punden, terdapat pula sumur tua atau disebut dengan Sendang Seno yang biasa digunakan untuk bersuci sebelum melakukan ritual-ritual di dalam Situs Krendowahono. Mengapa sumur justru disebut dengan sendang, itu karena permukaan airnya seperti hanya kurang dari dua meter dari bibir sumur sehingga tidak terlalu dalam. Kemudian ada pula sebuah batu besar yang disebut Watu Gilang yang terlihat di dalam cungkup Situs Krendowahono dalam posisi miring. Watu Gilang atau disebut pula Selo Gilang atau Selo mBanguntopo tersebut adalah tempat bertapa Paku Buwono VI, yang konon dilanjutkan perundingan dengan Pangeran Diponegoro dalam membuat persiapan perang Jawa yang lalu berkobar pada tahun 1825.