Museum Seni Neka

Tiket

-

Jam Buka

09.00 - 16.00 WIB

Lokasi

Gianyar, Bali

Pada tahun 1976 Suteja Neka, seorang pemuda yang berprofesi sebagai guru dan anak dari seorang pematung yang terkenal di Bali, mulai menjajakan lukisan dan barang seni lainnya setelah jam kerja. Pada saat itu Hotel Bali Beach adalah hotel terbesar pertama di Pulau Bali, dan tiga tahun kemudian, bandara internasional mulai beroperasi di bagian selatan Bali. Mulai saat itu kepariwisataan internasional mulai tumbuh sangat cepat,  hal ini menjadi pemikiran oleh Suteja Neka . Pekerjaan sampingannya telah menjadi pekerjaan utama. Kesuksesannya berawal dari menjuallukisan atas nama seniman lokal, mendorong dia untuk memikirkan kebutuhan akan suatu tempat untuk bisa memajang lukisan yang akan dijual, maka di tahun 1966 ia mendirikan suatu galeri komersial di Ubud, namanya Neka Galeri di Ubud, berlokasi di jalan raya di pusat kota. Beliau sukses sebagai penyalur barang seni, dan memungkinkan untuk mulai mengumpulkan lukisan yang sekarang membentuk basis Museum Seni Neka .

Ayah dari Pande Wayan Sutedja Neka, Wayan Neka (1917-1980) pada tahun 1960 mendapat penghargaan sebagai pemahat terbaik Provinsi Bali. Wayan Neka juga menjadi pemahat Bali pertama yang membuat patung garuda setinggi tiga meter dalam New York World Fair 1964 dan kemudian juga untuk Expo’70 Osaka , Jepang. Terdorong oleh prestasi ayahnya, Pande Wayan Sutedja Neka ikut terlibat dalam dunia seni rupa. Ia mulai dengan menyimpan karya-karya yang bermutu, terutama karya seni lukis, karena berkawan dekat dengan Rudolf Bonnet dan Arie Smit. Tahun 1975, ia  bersama Rudolf Bonnet berkeliling Eropa guna mengunjungi dan mempelajari beberapa museum seni dan galeri. Perjalanan ini meneguhkan niat Pande Wayan Sutedja Neka untuk mendirikan museum seni di Bali.

Pada tahun 1970-an Suteja Neka mulai mengoleksi karya seni yang bermutu agar tidak semuanya diboyong ke luar negeri. Motivasinya bahwa karya seni yang bermutu tetap tinggal di Bali, untuk dikoleksi agar bisa dinikmati oleh generasi penerus, dan dapat dilestarikan dan dipamerkan di museum.  Maka, tahun 1976 ia mendirikan museum, dua kilometer ke barat dari Ubud. Ketika dibuka tahun 1976 Museum Neka hanya mempunyai 45 lukisan yang tercatat sebagai koleksi tetap. Dari tahun ke tahun, koleksinya menjadi bertambah melalui pendapatan dan donasi serta museum diperluas dengan menambah beberapa bangunan di lokasi ini. Tanggal 7 Juli 1982 Museum Neka diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Daoed Joesoef dan menjadi bagian dari sistim permuseuman nasional.

Museum Neka berubah nama menjadi Museum Seni Neka pada tahun 1998, setelah mengalami renovasi gedung utama dan penambahan areal parkir baru yang besar. Sampai 2005 ada sekitar 312 lukisan yang dipamerkan dan 48 lainnya disimpan sebab dinding yang tersedia tidak mencukupi untuk memajang keseluruhan koleksi secara bersama. Koleksi yang dimiliki Neka Art Museum terdiri dari 340 lukisan, 61 patung dan 1100 buah buku. 

Bangunan museum bukan berupa satu gedung besar melainkan sebuah kompleks yang terdiri dari tujuh bagian didesain berdasarkan pola tradisional Bali. Bagian utama kompleks adalah Natah (taman terbuka), selain itu juga ada Bale Adat (tempat beristirahat dan koleksi patung) di halaman belakang museum serta Bale Sumanggen (bangunan serbaguna).

Pemajangan lukisan dikelompokkan berdasarkan tema, gaya dan prestasi sang seniman yang merefleksikan perkembangan seni lukis di Bali:

  • Paviliun seniman Bali
  • Paviliun Arie Smit
  • Paviliun Fotografi
  • Paviliun Lempad
  • Paviliun seniman kontemporer Indonesia
  • Paviliun timur dan barat

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *