Tiket
-
Jam Buka
09.00 - 16.00 WIB
Lokasi
Yogyakarta
Bebadan Museum Keraton Yogyakarta didirikan oleh Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dengan tujuan untuk melestarikan benda-benda peninggalan sejarah keraton yang adi luhung. Keberadaan Museum Keraton sekarang ini di bawah naungan “Dinas Pariwisata Keraton”. Bebadan Museum Keraton ini terdiri dari beberapa museum yang berada di lingkungan keraton yang menyimpan benda-benda peninggalan sejarah keraton. Museum-museum yang dimaksud adalah Museum Taman, Museum Cangkir, Museum Hamengku Buwono IX, Museum Lukisan, Museum Foto, Museum Kristal, dan Museum Kereta . Museum ini dibuka pada tanggall Oktober 1969 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Koleksi dari museum ini antara lain benda-benda peninggalan keraton antara lain berupa tandu, kereta, lukisan, foto, kristal, cangkir, batik, dsb. Di dalam museum ini ada 23 kereta yang dulunya merupakan ‘garasi’ bagi kereta-kereta kraton. Beberapa kareta yang dianggap keramat disendirikan dan pintu penyekat hanya dibuka ketika ada pengunjung. Adapun ke-23 kareta tersebut adalah :
1. Kareta Kyai Jongwiyat.
Buatan Belanda (Den Haag) tahun 1880. Peninggalan Sri Sultan HB VII, dipergunakan untuk manggala yudha atau dalam peperangan, misalnya untuk memeriksa barisan prajurit dan sebagainya. Sri Sultan HB VII adalah sultan yang paling banyak melakukan peperangan dengan Belanda. Kareta ini ditarik oleh 6 ekor kuda. Pada saat Sri Sultan HB X menikahkan putrinya kareta ini kembali dipergunakan. Beberapa bagian dari kareta ini sudah mengalami renovasi, misalnya warna cat yang sudah diganti menjadi kuning.
2. Kareta Kyai Jolodoro.
Buatan Belanda 1815. Peninggalan Sri Sultan HB IV. Kareta Jolodoro adalah kareta pesiar (dari kata “Jolo” = menjaring, “Doro” = gadis). Pengendali atau sais berdiri dibelakang. Dikendalikan oleh 4 ekor kuda .
3. Kareta Roto Biru
Buatan Belanda pada tahun 1901 pada masa Sri Sultan HB VIII. Dinamakan Roto Biru mungkin karena kareta ini didominasi oleh warna biru cerah sampai ke bagian roda-nya. Dipergunakan untuk manggala yudha bagi panglima perang. Pada saat HBX menikahkan putrinya, kareta ini dipergunakan untuk mengangkut besan mertua. Kareta ini ditarik oleh 4 ekor kuda.
4. Kyai Rejo Pawoko
Buatan tahun 1901 pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII yang diperuntukkan sebagai sarana transportasi bagi adik-adik Sultan. Ditarik oleh 4 ekor kuda. Konon dibelinya bersamaan dengan lahirnya Pak Karno ditahun 1901.
5. Kareta Landower.
Kareta ini dibeli pada masa Sri Sultan HB VIII pada tahun 1901, buatan Belanda. Dahulu sempat dipamerkan di Hotel Ambarukmo. Ditarik oleh 4 ekor kuda.
6. Kareta Premili.
Kareta ini dirakit di Semarang pada tahun 1925 dengan spare-part yang didatangkan dari Belanda. Digunakan untuk menjemput penari-penari Kraton. Ditarik oleh 4 ekor kuda. Pada salah satu bagian roda-nya tertulis “G.Barendsi”.
7. Kareta Kus No:10 (baca : Kus Sepuluh).
Buatan Belanda pada tahun 1901 pada masa Sri Sultan HB VIII. Aslinya adalah kareta Landower dan bisa dipergunakan untuk pengantin. Cat aslinya yang berwarna hijau sudah diganti menjadi kuning dan dipercayai mengandung makna politis (warna salah satu parpol) pada saat dilakukan pengecatan ulang. Walaupun bisa dipergunakan sebagai kareta pengantin namun pada acara pernikahan putri Sri Sultan HB X yang baru lalu kareta ini tidak dipakai oleh mempelai.
8. Kareta Kapulitin.
Merupakan kareta untuk pacuan kuda/bendi. Dibeli pada jaman pemerintahan Sri Sultan HB VII yang memang menggemari olah raga berkuda. Kareta ini hanya ditarik oleh 1 ekor kuda saja.
9. Kareta Kyai Kutha Kaharjo.
Dibeli pada jaman pemerintahan Sri Sultan HB IX, buatan Berlin tahun 1927. Dipergunakan untuk mengiringi acara-acara yang diselenggarakan oleh Kraton, ditarik oleh 4 ekor kuda.
10. KaretaKus Gading.
Dibeli pada masa Sri Sultan HBVIII. Buatan Belanda pada tahun 1901. Ditarik oleh 4 ekor kuda.
11. Kareta Kyai Puspoko Manik.
Kareta buatan Belanda yang dipergunakan sebagai pengiring acara-acara Kraton termasuk untuk pengiring pengantin. Ditarik oleh 4 ekor kuda.
12. Kareta Roto Praloyo.
Merupakan kareta jenazah yang dibeli pada masa Sri Sultan HB VIII pada tahun 1938. Kareta inilah yang membawa jenazah Sultan dari Kraton menuju lmogiri. Ditarik oleh 8 ekor kuda.
13. Kareta Kyai Jetayu.
Dibeli pada masa Sri Sultan HBVIII pada tahun 1931. Diperuntukkan sebagai alat transpartasi bagi putri-putri Sultan yg masih remaja. Ditarik aleh 4 ekar kuda dengan pengendali yang langsung berada diatas kuda.
14. Kareta Kyai Harsunaba.
Kareta ini merupakan sarana transpartasi sehari-hari dari masa Sri Sultan HBVI-VIII. Dibeli pada tahun 1870. Ditarik aleh 4 ekar kuda.
15. Kareta Kyai Wimana Putra.
Dibeli pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VI tahun 1860. Dipergunakan pada saat upacara pengangkatan putra mahkata. Kandisinya masih asli (warna kayu). Ditarik aleh 6 ekar kuda.
16. Kareta Kyai Manik Retna
Dibeli pada masa pemerintahan Sri Sultan HB IV tahun 1815, buatan Belanda. Merupakan kareta untuk pesiar Sultan bersama permaisuri. Ditarik aleh 4 ekar kuda.
17. Kareta Kanjeng Nyai Jimad.
Merupakan pusaka Kratan, buatan Belanda tahun 1750. Asli-nya hadiah dari Spanyal yang pada saat itu sudah memiliki hubungan dagang dengan pihak kerajaan. Dipergunakan sebagai alat transpartasi sehari-hari Sri Sultan HB I – Ill. Ditarik aleh 8 ekar kuda. Kandisi seluruhnya masih asli. Per kareta terbuat dari kulit kerbau. Setiap bulan Sura setahun sekali dilakukan upacara pemandian. Air yang dipergunakan untuk membersihkan kareta banyak yang memperebutkan.
18. Kareta Mandra Juwala
lni adalah kareta yang dulunya dipakai aleh Pangeran Dipenagara. Catnya diperbarui pada saat diadakannya Festival Kratan Nusantara. Buatan Belanda tahun 1800. Ditarik aleh 6 ekar kuda. Fungsinya adalah sebagai alat transpartasi.
19. Kareta Garuda Yeksa.
Kareta buatan Belanda tahun 1861 pada masa Sri Sultan HB VI. Kareta ini dipergunakan untuk penabatan searang Sultan. Ditarik 8 ekar kuda yg sama (warna, kelamin). Dilakukan upacara pemadian setiap setahun sekali setiap dibulan Sura. Disebut juga sebagai Kareta Kencana (kareta emas). Semuanya yang ada di kareta ini masih asli termasuk simbal/lambing Burung Garuda-nya yang terbuat dari emas 18 karat seberat 20 kg. Hanya digosok atau dibersihkan pada saat akan ada upacara penobatan karena
kalau terlalu sering digosok emasnya akan terkikis. Konon sekitar 6-7 gram emas akan hilang setiap kali digosok/dibersihkan. Bentuk mahkota-nya yang terbuat dari kuningan dengan puncaknya berbentuk seperti Tugu Monas karena konon Soekarno memang menggunakan bentuk mahkota ini untuk membuat desain Tugu Monas. Design kareta datang dari Sri Su ltan HB I. Uniknya apabila pintu kareta dibuka maka akan ada tangga turun dengan sendirinya seperti yang sering dijumpai pada pintu-pintu pesawat terbang.
Pengendali kuda hanya 1 orang. Kareta ini masih dipakai sampai sekarang.
20. Kareta Landower Wisman.
Dibeli dari Belanda pada tahun 1901 pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII dan direnovasi pada tahun 2003, Dipergunakan sebagai sarana transportasi pada saat melakukan penyuluhan pertanian. Ditarik oleh 4 ekor kuda.
21. Kareta Landower Surabaya.
Kareta ini sudah dipesan dari masa Sri Sultan HB VII dan baru bisa dipakai pada saat masa pemerintahan Sri Sultan HB VIII. Kareta ini buatan Swiss dan dipergunakan sebagai sarana transportasi penyuluhan pertanian di Surabaya.
22. Kareta Landower
Kareta ini buatan Belanda jaman pemerintahan Sri Sultan HB VIII pada tahun 1901. Ditarik oleh 4 ekor kuda.
23. Kyai Nato Puro.
Kareta ini buatan Belanda pada masa pemerintahan Sri Sultan HB VII yang aslinya dipergunakan untuk manggala yudha atau dalam peperangan. Bentuk fisiknya sudah mengalami renovasi. Ditarik oleh 4 ekor kuda.