Artikel di Presentasikan dalam Agenda Workshop : Eksploring Historical Media
Sebelum jauh melangkah, saya perlu memberikan rambu-rambu bahwa proses kritik dan verifikasi bergantung pada posisi dan tujuan anda. Posisi dan tujuan akan memengaruhi sikap anda terhadap sumber primer. Jika anda bertindak sebagai sejarawan, proses kritik akan diterapkan secara ketat dan selektif. Tetapi, jika anda bukan sejarawan dalam artian profesional atau akademik dan bertujuan untuk menyusun suatu karya jurnalisme sejarah atau visualisasi sejarah (infografis) tentunya proses kritik dan temuan-temuan terhadap dokumen-dokumen salinan atau cacat justru menjadi bahan deskripsi yang lezat.
Kategorisasi data sejarah yang dapat digunakan dalam proses kritik dan verifikasi pada dasarnya sama dengan proses sebelumnya yaitu data primer, data sekunder, dan data tersier. Data primer adalah data yang menurut anda benar-benar terverifikasi sebagai data terdekat dari peristiwa sejarah. Data sekunder adalah data yang merepresentasikan peristiwa sejarah tetapi anda menemukan beberapa keraguan selama proses kritik internal dan eksternal. Data tersier adalah data yang menurut anda tidak begitu terkait, baik dari segi hubungan ataupun proses kritik, dengan peristiwa yang hendak dikaji. Perlu saya tekankan bahwa kategorisasi ini bersifat personal. Artinya keputusan menempatkan data sebagai primer atau tersier tergantung pada proses kritik yang anda lakukan. Dalam konteks jurnalisme atau visualisasi sejarah, derajat data ini tentunya harus dilaporkan kepada pembaca sebagai bentuk pertanggungjawaban anda kepada publik.
AUTENTISITAS DAN KREDIBILITAS
Autentisitas berkaitan dengan keaslian dari sumber sejarah. Sebagai contoh, apabila kita berhadapan dengan suatu data terkait Sriwedari di surat kabar Bromartani tahun 1877, pertanyaan yang disodorkan adalah, “Apakah surat kabar ini asli atau salinan?” atau lebih ekstrim lagi “Apakah surat kabar ini asli atau cacat?”. Aspek autentisitas berhubungan dengan kritik eksternal yang fokus pada analisis wujud dan bentuk dari dokumen tersebut. Fokus pertanyaan adalah apakah wujud dan bentuk surat kabar yang anda temukan merepresentasikan sumber sezaman? Kemudian bagaimana jenis kertas yang digunakan? Bagaimanakah Teknik penulisan dan bentuk tulisan dari surat kabar? Bahasa apa yang digunakan dalam surat kabar? Wujud, bentuk, Teknik, dan proses produksi Surat Kabar pada akhir abad ke 19 tentunya berbeda dengan surat kabar yang beredar pada abad ke 20, baik dari segi penggunaan kertas bentuk surat kabar. Proses ini dapat diterapkan kepada seluruh sumber dan data sejarah yang lain dengan pendekatan dan Teknik sesuai dengan jenis sumber dan data sejarah yang ada.
Pertanyaan menarik dewasa ini adalah bagaimana jika kita menemukan suatu sumber primer dari internet, misalnya digitalisasi yang dilakukan oleh Arsip Nasional Belanda, Leiden Univeristy, atau Yayasan Sastra Lestari? Bagaimana kita menguji sumber-sumber sejarah yang telah terdigitalisasi ini? Jalan yang paling ideal adalah berkunjutn ke skriptorium tempat arsip tersebut disimpan. Tidak menjadi masalah jika kita berkunjung ke Yayasan Sastra Lestari untuk mengamati wujud naskah atau dokumen yang kita cari. Tapi tidak memungkinkan bagi kita untuk pergi ke Belanda untuk memverifikasi secara pasti naskah tersebut. Salah satu jalan adalah memperkuat analisis visual terhadap dokumen. Artinya, meskipun tidak dapat menyentuh, visualisasi atau wujud digital dapat dianalisis untuk menentukan keaslian dokumen. Perlu diingat, proses kritik dan verifikasi telah dilakukan oleh para arsiparis kredibel dengan teliti, sehingga sumber sejarah terdigitalisasi ini pada tingatan tertentu masih dapat digunakan dalam proses rekonstruksi sejarah.
Kredibilitas berhubungan dengan keabsahan data dari sumber sejarah. Kredibilitas dicapai melalui kritik intern. Setelah kita mengkategorikan sumber sejarah dari derajat yang paling asli sampai meragukan, tugas kita selanjutnya adalah melakukan kritik intern. Kritik intern berkaitan dengan analisis isi dari sumber sejarah. Kembali pada contoh diatas mengenai surat kabar Bromartani, pertanyaannya adalah apakah isi dari surat kabar Bromartani benar-benar merepresentasikan peristiwa sejarah yang anda amati? Apabila kasus diperuncing lagi terkait sengketa Sriwedari, pertanyaanya adalah bagaimana derajat Bromartani sebagai surat kabar dapat menjadi sumber data primer bagi sejarah Sriwedari? Beberapa analisis perlu dilakukan, pertama terkait pertanyaan apakah Bromartani adalah sumber terdekat? Apakah hanya sekedar surat kabar yang memberitakan tentang pembelian tanah Sriwedari? Apakah pemberitaan Bromartani sama dengan dokumen pembelian tanah? Siapakah pengelola dan siapa pembaca Bromartani? Pertanyaan dapat diperluas lagi, misalnya, bagaimana struktur kekuasaan dan pola pertanahan di wilayah Vorstenlanden? Bagaimanakah struktur sosial masyarakat Surakarta akhir abad ke-19? Bagaimana modernisasi Surakarta pada akhir abad 19? Pertanyaan tersebut tentunya membutuhkan pemahaman yang lebih luas terkait sejarah Surakarta disertai dengan penggunaan ilmu bantu seperti sosiologi atau hukum. Proses ini mengarahan anda pada analisis kritis sumber sejarah.
ANALISIS KRITIS SUMBER SEJARAH
Pada dasarnya, semua analisis bersifat kritis. Derajat ke-kritis-an terletak pada bagaimana anda mampu menanyakan aspek-aspek tersirat dibalik tersurat. Misalnya saja dalam kasus Bromartani (1877), pertanyaan bukan lagi pada kritik ekstern atau mengenai yang teks yang tersurat, tetapi mengarah pada apa makna yang ada dibalik yang tersurat dalam surat kabar tersebut. Melalui pengungkapan aspek tersirat, anda dapat memiliki gambaran lebih luas mengenai kondisi sejarah yang dapat berguna dalam proses imajinasi sejarah anda. Aspek tersirat tentunya menjadi polemik jika kita tidak menggunakan ilmu bantu. Beberapa ilmu -untuk menyebut beberapa ilmu bantu- dapat anda gunakan misalnya hermeneutika atau analisis wacana kritis. Saya tidak akan panjang lebar membahas dua ilmu bantu tersebut yang tentunya rumit dan perlu lebih dari satu sumber untuk memahaminya. Secara sederhana analisis kritis sumber sejarah berhubungan dengan verifikasi teks dan konteks. Teks merujuk pada isi atau konten dari sumber sejarah, semantara itu konteks merujuk pada zaman ketika teks itu ditulis.
Dalam pandangan kritis, teks tidak serta merta merujuk pada obyek representasi. Misalnya saja, Sriwedari, Kanjeng Ratu Ageng atau kata numbas, dapat merepresentasikan lokasi tertentu, seorang individu dan strata sosial yang dimilikinya. Teks tersebut tentunya harus ditempatkan dalam situasi tahun 1877. Kira-kira penempatannya, adalah sebagai berikut:
Sumber | : | Bromartani |
Terbit | : | 1877 |
Teks | : | Sriwedari, Kanjeng Ratu Ageng, Numbas |
Konteks | : | Vorstenlanden, sistem kekuasaan kerajaan tradisional, Stratifikasi sosial era Kerajaan |
Fakta | : | Pembelian tanah Sriwedari (1877) |
Catatan | : | Bromartani (1877) melaporkan pembelian tanah Sriwedari atas nama Pakubuwono IX, merujuk pada sistem kekuasaan kerajaan Kasunanan. Tetapi, proses perkembangan selanjutnya, terkait reformasi pertanahan di Surakarta perlu diungkap lebih lanjut. |
Data dari Bramartani diatas dapat dikatakan meragukan, mengapa? Pertama, Bramartani adalah surat kabar yang memberitakan pembelian Sriwedari, sehingga anda dapat saja menempatkan Bromartani sebagai sumber sekunder/salinan (sezaman tetapi tidak asli) yang merepresentasikan dokumen jual beli tanah yang asli. Dalam konteks surat kabar, pemberitaan dapat diolah oleh redaktur dan mungkin saja tidak mencakup detail yang lebih bersifat pribadi. Perlu verifikasi -jika memungkinkan- dengan dokumen jual-beli yang asli untuk mempertegas informasi tersebut. Dalam analisis diatas diperlukan pemahaman sejarah, pemahaman sosio-linguistik yang mendalam sehingga mampu memahami makna dari teks tersebut. Hanya dengan verifikasi teks dan konteks, maka setidaknya anda dapat memahami data secara lebih mendalam.
Jalan lain dari proses verifikasi adalah menggunakan pendekatan inter-tekstualitas dan interkontekstualitas. Intertekstualitas mengacu pada teks-teks lain yang anda temukan pada sumber sejarah yang lain. Sedangkan inter-kontekstualitas mengacu pada verifikasi kesamaan konteks pada sumber sejarah yang lain. Dengan memverifikasi data sejarah yang ada miliki, dengan data-data sezaman yang lain, drajat kesahihan data akan dapat ditingkatkan menjadi lebih kredibel. Selain itu, tanpa ada verifikasi terebut, teks hanyalah teks yang mungkin berisi fakta tapi akan miskin imajinasi historis sebagai bekal untuk interpretasi dan historiografi.
Pertanyaan selanjutnya setelah proses kritik tersebut maka apa yang harus dilakukan? Apakah data-data yang meragukan bersifat mutlak? Apakah data-data yang meragukan tidak dapat menjadi sumber untuk rekonstruksi periswita sejarah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita melangkah ke diskusi mengenai etika analisis kritis dari sumber sejarah.
ETIKA ANALISIS KRITIS SUMBER SEJARAH
Anda perlu menyadari bahwa langkah-langkah kritik dan verifikasi yang telah dilakukan sebelumnya bersifat subyektif. Meskipun ada berupaya dengan serta merta menggunakan metodologi, ilmu bantu, alat bantu, dan lain sebagainya, proses-proses tersebut tidak dipisahkan dari kognisi anda yang dalam tingkatan tertentu menentukan arah, perspektif, dan tendensi anda terhadap sumber sejarah. Dengan demikian, aspek autentisitas dan kredibilitas tersebut bersifat subyektif, artinya jika sumber primer tersebut dianalisis oleh sejarawan atau orang lain, bisa jadi derajat keaslian dan keabsahannya berbeda dengan apa yang anda lakukan. Pertanyaannya sekarang adalah “dengan demikian proses kritik, interpretasi, bahkan historiografi tidak akan mampu menunjukkan sebenar-benarnya peristiwa sejarah di masa lampau? Bukankah sejarah selalu mengejar kebenaran sejarah?
Secanggih apapun dan secerdas apapun sejarawan berupaya untuk menggambarkan masa lalu, sejarah -dalam artian akademik, bukan sebagai makna temporal- tetaplah proses rekonstruksi yang tidak sepenuhnya menggambarkan peristiwa di masa lalu. Sejarah adalah gambaran dari peristiwa masa lalu yang diproduksi oleh sejarawan. Dalam penggamabaran tersebut, aspek subyektifitas tidak dapat dihilangkan, meskipun dengan metode sejarah tercanggih dan eliminasi subyektifitas. Lantas apa guna kita melakukan kritik dan verifikasi? Kritik dan verifikasi diperlukan sebagai tanggung jawab anda terhadap data yang anda gunakan. Tetapi hal ini tidak serta merta menjustifikasi kebenaran data yang ada dapat. Pertanggungjawaban disini berberda dengan justifikasi kebenaran. Sebagai seorang intelektual, pertanggungjawaban sosial terhadap kerja yang dia lakukan mutlak hukumnya. Tetapi bukan berarti data yang dia hasilnya dapat serta merta menjadi justifikasi kebenaran sejarah atau bahkan fakta sejarah. Ada beberapa kelemahan dan rasa ragu-ragu dalam proses kritik yang seharunya disadari oleh sejarawan.
Apakah data-data yang meragukan ini dapat digunakan sebagai bahan rekonstruksi? Menurut hemat saya, data-data tersebut perlu dilaporkan dalam redaksi tertentu. Redaksional antara data dengan derajat keaslian dan keabsahan yang tinggi tentu berbeda dengan data yang meragukan. Hal ini akan dibahas oleh pembicara selanjutnya. Apa yang ditekankan disini adalah sejauh dan sedalam apapun anda melakukan kritik, kritik tersebut adalah proses subyektif yang ada lakukan. Maka proses ini baiknya tidak ditempatkan secara sosial untuk menjustifikasi kebenaran sejarah. Dalam arti lain, jika anda menemukan dokumen yang cacat, maka pendapat ini adalah milik anda dan tidak mutlak demikian secara keseluruhan.
Dengan memberikan ruang bagi proses kritik yang lain, anda telah bertindak bijaksana dengan mengedepankan pada multi-perspektivitas dalam kritik. Multi-perspektifitas tentunya bukan bertujuan untuk menganggap enteng proses kritik dan verifikasi sumber, tetapi memberikan ruang bagi pendapat atau temuan yang lain. Bukankah sejarah hanyalah proses rekonstruksi, dan orang yang bijak adalah mampu menggunakan sejarah untuk kebaikannya di masa kini dan masa mendatang, bukan melulu berdebat mengenai kebenaran sejarah yang tidak akan mungkin diraih baik secara metodologis ataupun praksis -kecuali di masa mendatang ditemukan mesin waktu yang mana anda dapat kembali ke masa lalu.